Blog

Sunday, July 8, 2012

Karnaval dan Bantengan

Hari ini di kota kelahiran saya, Jember, diselenggarakan event internasional yang membanggakan, Jember Fashion Carnival (JFC). Fashion show yang menjadikan jalan arteri kota sebagai catwalknya. Sayangnya, sebagai arek Jember aseli, dengan jujur saya mengakui belum pernah menonton perhelatan itu. Apologinya, acara itu diselenggarakan sekitar 1 dekade lalu yang mana saya sudah resmi berkelana menuntut ilmu di Jogja. Perhelatan JFC sekarang ini dibarengkan dengan berbagai event menarik serangkaian dengan peringatan HUT RI. 
Jaman dulu saya kecil, kalau sudah menjelang 17an, acara yang paling menarik adalah karnaval keliling kota dengan segala variasinya, mulai karnaval anak TK, karnaval sekolah, karnaval umum sampai karnaval mobil hias. Puncaknya acara Jalan Kaki TAJEM (Tanggul Jember). Hal yang dinikmati oleh kami pun tidak beda, menonton orang berjalan. Saya ingat, ketika kecil saya pasti berbondong-bondong dengan keluarga untuk nonton karnaval. Motifnya untuk kumpul-kumpul, cari hiburan, menyaksikan orang-orang yang baru dihias oleh ibu saya, atau menonton kenalan yang jadi peserta. Biasanya sehabis salon ibu saya sepi, kami berangkat ramai-ramai. Berjalan kaki. Kebetulan rumah saya tidak jauh dari rute yang dilintasi oleh karnaval. Tak lupa kami bawa bekal secukupnya dan topi untuk mengusir panas.
Oke... intinya begitulah kota kelahiran saya dulu dan sekarang dalam menyambut HUT RI. Nah, sekarang saya mau cerita bagaimana acara menyambut HUT RI di tempat tinggal saya kini, Batu.
Seminggu lalu, acara karnaval kota Batu sudah diselenggarakan. Setelah lebih dari 2 tahun tinggal di kota ini, baru pertama kali saya menyaksikan isi karnavalnya. Itupun gara-gara gak sengaja melewati daerah kota. Lupakan karnaval manusia berpakaian sedap dipandang mata. Mayoritas peserta karnaval adalah kelompok kesenian tradisional Bantengan. Apa itu Bantengan? Karena saya bukan dari golongan seniman, mungkin saya tidak bisa menjelaskannya secara detail atau tepat. Maka saya hanya akan menceritakan apa yang saya lihat.
Semua kelompok bantengan beranggotakan laki-laki. Setiap kelompok membawa simbol banteng, baik kepala maupun ekornya. Seseorang yang memegang kepala banteng menandak-nandak sepertinya kerasukan atau mabuk minuman keras. Beberapa orang mengikat pemain tersebut agar tidak menganggu penonton dan berjalan sembarangan. Mayoritas pemain menggunakan pakaian serba hitam. Mohon maaf, terlihat kumal pula dengan penampilan rambut acak-acakan bahkan gimbal. Alih-alih bisa dinikmati, bagi saya yang awam seni, pertunjukannya malah bikin ngeri. Beberapa kelompok memiliki pembawa acara (atau apalah namanya, yang jelas ia pegang mikrofon dan berkoar-koar). Dari yang saya tangkap ada yang mengatakan bahwa arwah para pahlawan kemerdekaan menyertai aksi bantengan ini. (???) Ada juga yang memperingatkan bagi penonton yang membawa anak kecil untuk berhati-hati dan sebaiknya membawa mundur anaknya. Jujur aja, tidak sengaja terperangkap macet karnaval bantengan, bukan pengalaman yang menyenangkan.
Herannya...ribuan manusia berdesak-desakkan buat menonton pertunjukkan itu. Entah motifnya apa, mungkin sama dengan motif saya nonton karnaval di waktu kecil. 

*FYI... sering juga karnaval Jember waktu saya kecil menampilkan pertunjukkan Jaranan. Tampilannya gak beda jauh dengan Bantengan. Di mata saya, penampil Jaranan jauh lebih rapi dibandingkan Bantengan yang serba hitam dan lusuh. Itu pun...sudah cukup bikin saya ketakutan setiap ada kelompok Jaranan lewat. 
**Hari ini ada acara Bersih Desa salah satu daerah di Batu. Rencananya akan ada atraksi Bantengan di jalan yang menghubungkan rumah saya dan pusat kota. Gleggg... alamat gak bisa kemana-mana. 

0 comments:

Post a Comment