Blog

Monday, October 15, 2012

PR Dikte Ibu

Ini cerita masa lalu...masa kecil. Jaman saya masih duduk di SD kelas 1 around 1987. :P ketauan deh umurnya... 

Saya beruntung pernah diajar guru yang super kreatif. Cara mengajarnya itu unforgetable deh... Di jaman itu saya sih gak banyak ngerasa efeknya. Tapi bukti bahwa saya masih ingat beberapa detail tentang cara mengajar beliau, tentu menandakan guru yang ini memberikan makna dalam pembelajaran itu sendiri. 
Sekilas info, guru kelas 1 saya ini bernama Ibu Titik Budiman. Figurnya khas pecinta anak-anak Penuh senyum, humoris, suara membahana, lincah walaupun bertubuh gendut besar. Beliau punya cara di luar kebiasaan banyak guru di jaman itu. Khususnya untuk mengenalkan baca tulis. Noted yaa... saya baru belajar baca tulis di kelas 1 SD. Alhamdulillah di TK puasss banget mainnya. :) :). Salah satu metode yang dipakai oleh Bu Titik ini sudah pernah saya tulis di blog lawas. Cuman lenyap gara-gara blog itu disuspend dan ternyata notes di Facebook saya juga ikut ilang. Metode yang saya ulas itu, masa kini dikenal dengan Metode Fonetik dalam Membaca. Metode yang juaaaaaraaaang banget dipakai oleh guru-guru 80an. Waktu itu yang ngehits adalah Buku Ini Budi. Dan Bu Titik sama sekali tidak pakai buku tersebut. 

Back to the topic, jadi setiap hari ibu Titik ini memberi muridnya PR. Simple banget. Judul PRnya "Dikte Ibu". Teknisnya, ibu (or whoever pokoknya orang dewasa di rumah) diminta mendiktekan 5 kalimat untuk anaknya yang besok harus disetor ke Bu Titik untuk diperiksa. Jadilah...setiap malam, ibu saya (ato bapak ato tante yang tinggal bersama kami) mendiktekan 5 kalimat itu dan saya menulis di buku PR saya. Yaaa...dikte kalimat apa aja. Esoknya Bu Titik memberikan tanda tangan dan memeriksa kalau ada penulisan yang keliru atau salah eja. PRnya gak butuh waktu lama. Maksimal deh 1/2 jam selesai.
Kalau direnungkan sih...manfaatnya adalah pendampingan orang tua terhadap kegiatan belajar anak. Mau gak mau, orang tua dilibatkan dalam kegiatan belajar anak di rumah. Mau gak mau, ortu juga punya andil dalam membentuk ketrampilan tulis anak. Ortu jadi tahu, sampai dimana kemampuan tulis anak. Ortu jadi harus putar otak, mencari kalimat yang sesuai dengan kemampuan si anak. Di sisi lain, PR ini melatih rutinitas. Karena bentuknya sederhana jadi tidak memakan waktu lama. Yang sedikit tapi teratur tentu lebih baik daripada yang banyak tapi membebani. For this case, 4x3 tidak sama dengan 2x6. Namanya anak usia 6-7 tahun, rentang konsentrasinya kan juga masih pendek. Guru juga tetap memberikan feedback. Bukan menilai bagus tidaknya kalimat yang dihasilkan ortu. Biasanya feedback berkaitan dengan kesesuaian tantangan kalimat ortu dengan kemampuan anak. Buat kasus saya, karena ibu sering antar jemput, Bu Titik tinggal nyampein langsung ke ortu. Di masa itu, telephone masih menjadi barang mewah. Handphone dan internet belum ada kali... :):). Saya gak tau pasti gimana feedback untuk anak yang ortunya sibuk. Tapi kita punya buku Tugas Penghubung. Semacam daily report. Seingat saya, Bu Titik termasuk guru yang rajin mengisi buku itu. Noted...kami gak disuruh nulis tugas atau PR kami. Beliau menulisnya sendiri di buku Tugas Penghubung itu.

Nulis ini gegara kemarin @BincangEdukasi ngadakan #twitedu bertema PR yang Efektif. Anyway #twitedu ini diskusi menarik di Twitter, rutin setiap Minggu jam 15.00 sore. Buat yang tertarik dengan pendidikan, ikut serta dalam diskusi pasti cukup menyenangkan  

1 comments:

  1. bagus banget artikelnya mba membantu
    thx atas artikelnya
    salam kenal mba, sy novika seorang pendidik.

    ReplyDelete